MENJELASKAN
Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung teori interaksi simbolik (symbolic interaction theory) merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional. (Ardianto. 2007: 40).
Untuk memahami Teori Interaksi Simbolik, maka harus didefinisikan terlebih dahulu arti dari kata “interaksi” dan “simbolik”. Menurut kamus komunikasi (Effendy. 1989: 184) definisi interaksi adalah proses saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan di antara anggota-anggota masyarakat, dan definisi simbolik (Effendy. 1989: 352) adalah bersifat melambangkan sesuatu. Simbolik berasal dari bahasa Latin “Symbolic(us)” dan bahasa Yunani “symbolicos”.
Dan seperti yang dikatakan oleh Susanne K. Langer dalam Buku Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Mulyana. 2008: 92), dimana salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang, dimana manusia adalah satu-satunya hewan yang menggunakan lambang.
Ernst Cassirer dalam Mulyana (2008: 92) mengatakan bahwa keunggulan manusia dari mahluk lain adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kam. 2001: 438), definisi interaksi adalah hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi; antarhubungan. Dan definisi simbolis (Kam. 2001: 1066) adalah sebagai lambang; menjadi lambang; mengenai lambang.
Interaksi simbolik menurut Effendy (1989: 352) adalah suatu faham yang menyatakan bahwa hakekat terjadinya interaksi sosial antara individu dan antar individu dengan kelompok, kemudian antara kelompok dengan kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu kesatuan pemikiran di mana sebelumnya pada diri masing-masing yang terlibat berlangsung internalisasi atau pembatinan.
Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain: (1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain, (2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan (3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
”Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
- Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
- Pentingnya konsep mengenai diri,
- Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (1969) dalam West-Turner (2008: 99) dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
- Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,
- Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia,
- Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain:
1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain,
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:
- Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,
- Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Rangkuman dari hal-hal yang telah dibahas sebelumnya mengenai tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang berkaitan dengan interaksi simbolik, dan tujuh asumsi-asumsi karya Herbert Blumer (1969) adalah sebagai berikut:
Tujuh asumsi karya Herbert Blumer
- Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka,
- Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia,
- Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif,
- Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain,
- Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku,
- Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,
- Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Penulis mendefinisikan interaksi simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati, maupun benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non verbal, dan tujuan akhirnya adalah memaknai lambang atau simbol (objek) tersebut berdasarkan kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat tertentu.
MERAMALKAN
Teori interaksi simbolik adalah tindakan sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat individu memberikan suatu makna subyektif terhadap perilaku yang ada dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial masyarakat yang menuntut setiap individu mesti proaktif, refleksif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit dan sulit diinterpretasikan.
Mead menyarankan agar aspek internal juga dikaji untuk bisa memahami perilaku sosial, namun hal tersebut bukanlah merupakan minat khususnya. Justru dia lebih tertarik pada interaksi, di mana hubungan di antara gerak-isyarat (gesture) tertentu dan maknanya, mempengaruhi pikiran pihak-pihak yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi Mead, gerak-isyarat yang maknanya diberi bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan “satu bentuk simbol yang mempunyai arti penting”a significant symbol”. Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol yang bermakna.
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, di mana dua atau lebih individu berpotensi mengeluarkan simbol yang bermakna. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang dikeluarkan orang lain, demikian pula perilaku orang lain tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, kita mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan orang lain, kita menangkap pikiran, perasaan orang lain tersebut. Teori ini mirip dengan teori pertukaran sosial.
Interaksi di antara beberapa pihak tersebut akan tetap berjalan lancar tanpa gangguan apa pun manakala simbol yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dimaknakan bersama sehingga semua pihak mampu mengartikannya dengan baik. Hal ini mungkin terjadi karena individu-individu yang terlibat dalam interaksi tersebut berasal dari budaya yang sama, atau sebelumnya telah berhasil memecahkan perbedaan makna di antara mereka. Namun tidak selamanya interaksi berjalan mulus. Ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan simbol yang tidak signifikan – simbol yang tidak bermakna bagi pihak lain. Akibatnya orang-orang tersebut harus secara terus menerus mencocokan makna dan merencanakan cara tindakan mereka.
Banyak kualitas perilaku manusia yang belum pasti dan senantiasa berkembang : orang-orang membuat peta, menguji, merencanakan, menunda, dan memperbaiki tindakan-tindakan mereka, dalam upaya menanggapi tindakan-tindakan pihak lain. Sesuai dengan pandangan ini, individu-individu menegosiasikan perilakunya agar cocok dengan perilaku orang lain.
PANDANGAN
- MASA LALU
Teori interaksi simbolik berinduk pada perspektif fenomenologis. Istilah fenomenologis, menurut Natanson, merupakan satu istilah generik yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna obyektifnya sebagai titik sentral untuk memperoleh pengertian atas tindakan manusia dalam sosial masyarakat. Pada tahun 1950-an dan 1960-an perspektif fenomenologis mengalami kemunduran. Surutnya perspektif fenomenologis memberi kemungkinan bagi para ilmuwan untuk memunculkan teori baru dalam bidang ilmu sosial. Kemudian muncullah teori interaksi simbolik yang segera mendapat tempat utama dan mengalami perkembangan pesat hingga saat ini.
Max Weber adalah orang yang turut berjasa besar dalam memunculkan teori interaksi simbolik. Beliau pertama kali mendefinisikan tindakan sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat individu memberikan suatu makna subyektif terhadap perilaku yang ada. Sebuah tindakan bermakna sosial manakala tindakan tersebut timbul dan berasal dari kesadaran subyektif dan mengandung makna intersubyektif. Artinya terkait dengan orang di luar dirinya.
- MASA SEKARANG
Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti proaktif, refleksif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit dan sulit diinterpretasikan.
Teori ini diharapkan dapat mengajarkan individu untuk selalu bersifat empati (memahami perasaan dan pikiran orang lain, mengerti, memahami, memposisikan diri kita sesuai dengan apa yang sedang orang lain rasakan) karena dengan seperi itu hubungan sosial akan terjalin dengan baik, dan akan banyak kebaikan yang terlahir karena ini, serta dunia ini akan damai.
STRATEGI
- KEGUNAAN
Kegunaan daripada teori ini ternyata sangat berpengaruh dalam kajian komunikasi.
- Menggunakan teori ini untuk mengkritik penggambaran gender dalam iklan,
- Mempelajari pengaruh naratif dalam keluarga terhadap kemampuan seseorang untuk berkomunikasi mengenai kematian,
- Mempelajari mengenai pilihan manajer untuk berkomunikasi tatap muka, komunikasi tertulis, dan komunikasi secara elektronik,
- Menemukan bahwa teori ini membingkai perasaan orang dewasa yang lebih tua mengenai identitas gender,
- Mengkaji organisasi sebagai sistem interpretasi yang dipengaruhi oleh interaksi simbolik,
- Mengamati bahwa interaksi simbolik adalah sebuah komunikasi teori bukan satu teori yang sederhana.
- PERHATIAN
Individu akan memberikan perhatian lebih jika sedang berinteraksi dengan individu lainnya.
- KEINGINAN
Dengan dasar ingin memahami makna dari orang lain maka secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain
- KEPUTUSAN
- TINDAKAN
Individu akan menyesuaikan makna dari simbol sesuai tempat dimana mereka berada.
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan Teori Interaksi Simbolik sudah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah teori, maka Teori Interaksi Simbolik dapat dikatakan sebagai teori yang sah bukan asumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. Kam. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3 – Cetakan 1. Jakarta: Balai Pustaka.
LittleJohn, Stephen W. 2005. Theories of Human Communication – Fifth Edition. Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rogers, Everett. M. 1994. A History of Communication Study: A Biographical Approach. New York:The Free Press.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
TEORI INTERAKSI SIMBOLIK (Symbolic Interaction Theory)
Reviewed by Komhum
on
February 15, 2012
Rating:
No comments: