Di tahun 1956 Fred Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm mencoba menggambarkan konflik antara negara dengan pers atau dalam ungkapan mereka ‘sistem pengawasan sosial yang mendasari penyesuaian hubungan antara individu dan lembaga’. Hasilnya adalah -yang menjadi inti teori ini- sebenarnya hanya dua teori yakni otoritarian dan libertarian–lah yang menjadi kunci hubungan pers dengan negara. Sementara konsep lainnya yaitu Soviet Communist dan Social Responsibility adalah merupakan pengembangan dan modifikasi dari dua konsep utama.
Secara sederhana otoritarian adalah bersumber dari kekuasaan absolut monarki dengan tujuan untuk mendukung negara dan kepemimpinannya. Masalah ijin, sensor ada di bawah kekuasan otokratis dan hukum. Disini tidak dibenarkan mengkritik atau mengancam struktur kekuasaan. Biasanya dimiliki oleh penguasa, partai atayu swasta. Dimunculkan oleh Hobbes, Hegel dan Machiavelli dan direpresentasikan oleh Iran, Paraguai, Nigeria.
Untuk Libertarian muncul oleh Locke, Milton, Mill, Adam Smith dari pemikiran untuk mencerhkan dan hak-hak alami. Dengan tujuan utama adalah membantu menemukan kebenaran, menginformasikan, menafsirkan dan menghibur. Perbedaan dengan otoritarian adalah menentukan sendiri editorial dan pemisahan antara negara dan pers. Media dikontrol oleh pemilik di dalam pasar bebas ide-ide dan oleh pengadilan, disini tidak ada pelarangan sebelum atau sesudah penerbitan. Untuk pemilik, kebanyakan pemilik adalah swasta.
Sedang komunis Soviet bersumber dari ajaran Marx dan Lenin untuk mendukung sistem Marxist mengabdi pada rakyat. Secara teoritis, rakyat bisa memiliki pers dan memanfaatkannya tapi dalam kenyataannya tidak. Karena media tidak bisa mengkritik tujuan partai maka kontrol oleh aparat pemerintah lewat tangan partai komunis selalu diterapkan. Dikembangkan oleh tokoh-tokoh komunis seperti Marx, Lenin. Stalin, Mao, Castro dan Gorbachov. Contoh kini adalah Uni soviet, RRC, Kuba.
Untuk teori tanggung jawab sosial merupakan manifestasi tentang kebebasan pers dan kritik atas pers libertarian, dengan tujuan untuk menginformasikan dan mendidik, membantu memajukan masyarakat. Pentingnya teori ini adalah lebih mengutamakan tanggung jawab sosialnya dibanding kebebasan pers. Adapun kontrol dilakukan oleh masyarakat dan tindakan konsumen. Etika lain tidak dibenarkan menerbitkan informasi yang membahayakan secara sosial atau menyerang hak-hak pribadi. Biasanya dimiliki oleh swasta tapi ada kemungkinan adanya campur tangan penerintah untuk menjamin kepentingan umum. Sayangnya saat ini belum ada dalam contoh nyata.
Secara umum Empat teori pers ini sangat berpengaruh. Bahkan John Merril mengatakan ‘hampir setiap artikel dan buku yang berkaitan dengan dasar filosofis jurnalistik, menyingung, mengomentari atau mengambil kutipannya.
Bagaimanapun teori ini menjadi pijakan yang kuat, ternyata tetap diperlukan revisi. Beberapa pakar menyatakan teori ini tidak bisa lagi digunakan untuk menguraikan berbagai sistem teori pers yang revolusioner dan sudah berkembang sedemikian jauh. Seperti contoh Ralph Lowenstein pada tahun 1971 yang mengusulkan revisi karena empat teori pers ini sudah diangap membeku dan tidak mampu diterapkan untuk seluruh sistem pers.
Juga John Merril memandang model Lowenstein ‘lebih canggih dan realistik ketimbang model Siebert dkk. Namun secara mendasar konsep social libertarian Lowenstein memiliki cacat secara logis sangat kontradiktif. Menurutnya filsafat tidak bisa menjadi libertarian Yaitu kebebasan maupun diarahkan yaitu dikontrol. Kelemahan berikut adalah sama dengan Empat teori pers yang mengetengahkan spektrum dengan ujung satu otoritarian sedang ujung lain adalah libertarian. Merril mengusulkan ditempatkan suatu political-press circle -suatu model yang menempatkan libertarian di ujung atas dan otoritarianisme di ujung bawah lingkaran tertutup. Dengan skema ini empat teori dikurangi menjadi dua.
Kemudian William Hachten dengan penggabungan libertariannisme dan tanggung jawab sosial ke dalam konsep Barat, tapi mempertahankan ideologi otoritarian dan komunis, dan menambah dua teori baru revolusioner dan pembangunan (developmental). Termasuk J. Harbert Altschull yang menolak Empat teori pers karena sarat nilai (value–laden). Dimana dipikirkan tipologi yang dimiliki dengan memilih ‘identifikasi ekonomi yang breubah’ sebagai dasarnya dengan rancangan politik dari Dunia Pertama atau dunia barat yang menjadi gerakan ‘pasar’, Dunia Kedua atau dunia timur menjadi gerakan Marxist, dan Dunia Ketiga atau dunia selatan menjadi gerakan advancing. Dia menguji tiga pergerakan lewat tiga perspektif yaitu tujuan jurnalistik, ertikel-ertikel tentang perjuangan pers, dan pandangan terhadap kebebasan pers.
Selain itu, ada dari Robert Picard, Sydney Head dengan penyiarannya yang merupakan bentuk lanjutan atau model alternatif yang merupakan suatu revisi dari teori dasar The Four Theory of Press.
Empat Teori Pers
Reviewed by Komhum
on
March 02, 2016
Rating:
No comments: